Sabtu, 28 November 2020

KH BAHA'UDIN NUR SALIM AL HAFIZD

Tidak ada komentar:

         Banget 'Alim, masih muda, sederhana, intelek, mudah difahami ketika memberikan ilmu, murid Syaikhina Maimoen Zubair, Ra'is 'Am NU masa depan yang diharapakan Kh. Marzuki Mustamar. Beliau juga dipuji oleh ulama'2 lainnya seperti UAS dan UAH.


            Siapa sebenarnya Gus Baha? Tokoh dari Pesantren tanpa gelar akademik, namun keilmuan tafsirnya diakui kaum akademisi !


Pertanyaan ini sangat sangat mengusik kita kan sahabat? 

              KH. Ahmad Bahauddin Nursalim AlHafizh atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha' adalah putra seorang ulama' ahli Qur'an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafizh Pati. Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal.

         Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga besar ulama' Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami' Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.

        Gus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur'an di bawah asuhan ayahnya sendiri. Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an beserta Qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.

         Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan. Di Al Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir. Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu.

         Beliau selain di pondok pesantren mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir Al-Qur'an Universitas Islam Indonesa (UII) Yogyakarta. Selain Yogyakarta beliau juga diminta untuk mengasuh PengajianTafsir Al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya.

          Di UII beliau adalah Ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Timnya terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seantero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.

          Suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur'an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar. Meski demikian, kealiman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli tafsir nasional. 

             Hingga pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan beliau di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai Mufassir, juga sebagai Mufassir Faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Setiap kali lajnah 'menggarap' tafsir dan Mushaf Al-Qur'an, posisi beliau selalu di 2 keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.



Kamis, 12 November 2020

Pepatah Jawa penuh makna

Tidak ada komentar:

 



             Banyak cara untuk menyelami kehidupan. Bukan hanya melalui pengalaman, namun melalui pepatah atau peribahasa juga bisa menjadi sebuah bacaan inspiratif yang membantu memahami kehidupan. 

           Salah satu yang populer adalah pepatah Jawa. Dahulu, pepatah Jawa dianggap sebagai nasehat bagi warga setempat.Bahasanya yang singkat namun bermakna ini pun membuat pepatah Jawa masih digunakan hingga saat ini. Ada yang menggunakan pepatah Jawa sebagai bahan intropeksi diri hingga sindiran. Jika memahaminya dengan baik, pepatah Jawa ini banyak mengajarkan tentang kehidupan.  

berikut ini ada 40 kata-kata pepatah Jawa beserta artinya. Kata-kata pepatah Jawa berisi motivasi.

1. "Adhang-adhang tetese embun." (Berharap sesuatu dengan hasil apa adanya. Seperti berharap pada tetes embun.)

2. "Adigang, adigung, adiguna." (Mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepintarannya.)

3. "Ana dina, ana upa." (Tiap perjuangan selalu ada hasil yang nyata.)

4. "Becik ketitik, ala ketara." (Perbuatan baik akan selalu dikenali, dan perbuatan buruk nantinya juga akan diketahui juga.)

5. "Gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh." (Upaya yang dilakukan perlahan, tapi akhirnya tujuannya akan tercapai.)

6. "Kena iwake aja nganti buthek banyune." (Berusahalah mencapai tujuan tanpa menimbulkan kerusakan.)

7. "Ngundhuh wohing pakerti." (Apa pun yang kita lakukan akan membuahkan hasil yang sepadan.)

8. "Sabar sareh mesthi bakal pikoleh." (Pekerjaan apapun jangan dilakukan dengan tergesa-gesa agar berhasil.)

9. "Sepi ing pamrih, rame ing gawe" (Melakukan pekerjaan tanpa pamrih.)

10. "Sluman slumun slamet." (Biarpun kurang hati-hati tapi masih diberi keselamatan.)

11. "Dhemit ora ndulit, setan ora doyan." (Berharap doa dan harapan agar selalu diberi keselamatan, tidak ada suatu halangan dan rintangan.) Kata-kata pepatah Jawa berisi sindiran dan rasa kecewa.

12. "Beras wutah arang bali menyang takere." (Menggambarkan sesuatu yang sudah rusak tidak akan bisa kembali sama seperti semula.)

13. "Cuplak andheng-andheng, yen ora pernah panggonane bakal disingkirake." (Orang yang menyebabkan keburukan maka semua kebaikannya akan terhapus.)

14. "Dadiya banyu emoh nyawuk, dadiya godhong emoh nyuwek, dadiyo suket emoh nyenggut." (Menggambarkan orang yang saking jengkelnya hingga tidak mau bertegur sapa lagi.)

15. "Dandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dandhang." (Perkara yang buruk dianggap baik, sedangkan yang baik dianggap buruk.)

16. "Gupak pulute ora mangan nangkane." (Sudah ikut berjuang susah payah, tapi tidak ikut menikmati hasilnya.)

17. "Jagakake endhoge si blorok." (Berharap pada sesuatu yang belum pasti.)

18. "Jalma angkara mati murka." (Mendapat kesulitan karena kemarahannya sendiri.)

19. "Kakehan gludug kurang udan." (Terlalu banyak bicara namun tidak pernah memberi bukti.)

20. "Kebat kliwat, gancang pincang." (Tindakan yang tergesa-gesa pasti tidak sempurna.)

21. "Kendel ngringkel, dhadang ora godak." (Mengaku berani dan pintar, kenyataannya penakut dan bodoh.)

22. "Kumenthus ora pecus." (Menggambarkan orang yang banyak membual tanpa bukti dan perbuatan yang becus.)

23. "Lambe satumang kari samerang." (Orang yang sudah berkali-kali dinasehati tapi tak juga didengarkan.)

24. "Menthung koja kena sembagine." (Menggambarkan seseorang yang merasa telah memperdayai namun sebenarnya dia sediri yang telah terpedaya.)

25. "Milih-milih tebu oleh boleng." (Terlalu banyak memilih tapi pada akhirnya malah mendapatkan yang tidak baik.)

26. "Nabok nyilih tangan." (Menggambarkan orang yang tidak berani menghadapi musuhnya dan meminta bantuan orang lain diam-diam.)

27. "Ngajari bebek nglangi." (Pekerjaan yang tidak ada manfaatnya.)

28. "Obah ngarep kobet mburi." (Segala tindakan pemimpin selalu jadi anak buahnya.)

29. "Pitik trondhol diumbar ing padaringan." (Orang yang diberi kepercayaan barang berharga, pada akhirnya hanya bisa menghabiskannya.)

30. "Sembur-sembur adus, siram-siram bayem." (Sebuah tujuan yang terlaksana karena mendapat dukungan banyak orang.) Kata-kata pepatah Jawa tentang kehidupan.

31. "Bathok bolu isi madu." (Menggambarkan orang dari kalangan bawah tapi kaya ilmu pengetahuan.)

32. "Busuk ketekuk, pinter keblinger." (Orang bodoh ataupun pandai suatu saat sama-sama akan mengalami keusulitan.)

33. "Desa mawa cara, negara mawa tata." (Setiap daerah memiliki adat istiadat atau aturan yang berbeda.)

34. "Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan." (Meskipun tidak ada ikatan darah, namun terasa sudah seperti bagian dari keluarga, yang jika ada duka, ikut merasa sedih dan kehilangan.)

35. "Kacang ora ninggal lanjaran." (Kebiasaan anak selalu meniru dari orang tuanya.)

36. "Kebo mulih menyang kandhange." (Sejauh-jauh seseorang pergi, akhirnya akan pulang ke kampung halamannya.)

37. "Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang." (Menemui musibah yang tidak disangka-sangka.)

38. "Mikul dhuwur mendhem jero." (Seorang anak yang menjunjung tinggi derajat orang tua.)

39. "Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah." (Hidup rukun pasti akan hidup sentosa, sebaliknya jika selalu bertikai pasti akan bercerai.)

40. "Tunggak jarak mrajak tunggak jati mati." (Perkara jelek merajalela sedangkan perkara baik tinggal sedikit.) 


 
back to top